22 Dec 2022
JAKARTA – Pemerintah berencana memberikan subsidi bagi produk mobil dan motor listrik. Ketua Umum KADIN Indonesia, Arsjad Rasjid, berharap agar kebijakan tersebut tidak parsial, dalam arti sekadar insentif untuk produk kendaraan listrik. Menurut Arsjad, kebijakan itu harus sejalan dengan rencana transisi menuju energi hijau atau energi bersih.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita melalui tayangan video YouTube Sekretariat Presiden mengatakan pemerintah akan memberikan subsidi kendaraan listrik guna mendukung peran Indonesia dalam menurunkan emisi karbon. Nilai insentif itu Rp80 juta untuk mobil listrik dan Rp40 juta bagi mobil listrik berbasis hybrid. Sementara motor listrik baru diberi insentif Rp8 juta dan motor konversi Rp5 juta.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa rencana pemberian insentif tersebut masih dalam perhitungan. Kelak, keputusannya akan dibahas bersama dengan DPR.
Arsjad Rasjid merespons positif rencana tersebut. “Insentif kendaraan listrik akan mempercepat elektro mobilitas di Indonesia sebagai salah satu cara yang paling efektif untuk dekarbonisasi di sektor transportasi,” ujarnya, Senin (19/12/2022).
Ketum KADIN Indonesia Jelaskan Peranan Kendaraan Listrik dalam Transisi Energi
Hingga 25 Oktober 2022 tercatat total sebanyak 31.827 unit kendaraan listrik yang telah memiliki Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT). Arsjad optimistis berbagai insentif akan memuluskan jalan menuju target 2 juta kendaraan listrik pada 2025.
Arsjad Rasjid memaparkan data dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) yang memperlihatkan lonjakan signifikan kepemilikan kendaraan listrik. Misalnya, pada Juli 2022 penjualan mobil listrik hanya 131 unit, Kemudian melonjak sekitar 15 kali lipat pada November, yaitu terjual 1.965 unit.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia itu mengingatkan bahwa kendaraan listrik merupakan bagian dari program peralihan menuju ekonomi hijau. Karena itu, dia berharap rencana pemberian insentif dapat sejalan dengan roadmap jangka panjang menuju energi hijau.
Regulasi terbaru terkait dengan transisi energi adalah Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik. Kebijakan ini menjadi regulasi baru yang memperkuat komitmen Pemerintah dalam melaksanakan transisi energi menuju Net Zero Emission (NZE).
“Dengan begitu, antara satu kebijakan dengan kebijakan lain saling terkait dan menjadi lebih komprehensif dalam mendukung transisi energi menuju net zero carbon,” papar Arsjad.
Selain itu, pemerintah juga telah memiliki Grand Strategi Energi Nasional. Kebijakan ini menjadi peta jalan bagi transisi energi.
Pada puncaknya, kata Arsjad, Indonesia akan mencapai bebas emisi atau net zero emission pada 2060. Untuk mencapainya tentu perlu banyak pemangku kepentingan yang terlibat. Dari masyarakat sebagai konsumen, pabrikan kendaraan bermotor, penyedia listrik, serta pemerintah yang tak hanya memberikan insentif, tetapi juga regulasi.
Menurut Arsjad Kemitraan Pemerintah dan Swasta Sangat Krusial
Regulasi yang kondusif untuk mendukung pencapaian target energi bersih, katanya, sangat penting. Misalnya, regulasi yang memungkinkan energi terbarukan dapat diakses oleh industri. “Kalau semakin sulit diakses, harganya akan mahal dan daya serap masyarakat akan rendah,” ungkap Arsjad.
Selain itu, Arsjad Rasjid menyampaikan, kendala lain dalam pengembangan ekonomi hijau termasuk pendanaan dan teknologi. Untuk itu, kerja sama dan kemitraan antara publik dengan swasta dapat menjadi kunci menghadapi kedua tantangan ini.
“Pemberian insentif seperti pajak dan tarif juga penting untuk mengakselerasi pemberdayaan energi baru dan terbarukan (EBT) di Indonesia, dengan membuat EBT kompetitif dibandingkan dengan energi fosil dan membentuk pasar yang menarik bagi investor,” ujar Arsjad.
Insentif untuk kendaraan listrik sedianya sudah tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2019 tentang Program Kendaraan Bermotor Listrik (KBL) Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) Untuk Transportasi Jalan. Lewat Perpres ini, kendaraan listrik di Indonesia ditargetkan ada 2 juta unit pada 2025.
“Perusahaan industri KBL Berbasis Baterai Bermerek Nasional sebagaimana dimaksud yang membangun fasilitas manufaktur dan perakitan KBL Berbasis Baterai di Indonesia dapat diberikan fasilitas tambahan,” bunyi Pasal 15 Perpres ini.
Perpres ini juga menyebutkan, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memberikan insentif berupa insentif fiskal dan insentif non fiskal untuk mempercepat program KBL Berbasis Baterai untuk transportasi jalan. Selain itu, Perpres ini menyebutkan, terhadap industri KBL Berbasis Baterai yang akan membangun fasilitas manufaktur KBL Berbasis Baterai di dalam negeri dapat diberikan insentif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.